Saturday, March 26, 2011

Cuci Darah


CUCI DARAH(Hemodialisis)

Hemodialisis (cuci darah) adalah sebuah terapi . Kata ini berasal dari kata haemo yang berarti darah dan dialisis yang berarti dipisahkan. Hemodialisis merupakan salah satu dari Terapi Penggganti Ginjal, yang digunakan pada penderita dengan penurunan fungsi gingjal, baik akut maupun kronik. Perinsip dasar dari Hemodialisis adalah dengan menerapkan proses dufusi dan ultrafiltrasi pada ginjal buatan, dalam membuang sisa-sisa metabolisme tubuh. Hemodialisis dapat dikerjakan untuk sementara waktu (misalnya pada Gagal Ginjal Akut) atau dapat pula untuk seumur hidup (misalnya pada Gagal Ginjal Kronik). Pada dasarnya untuk dapat dilakukan Hemodialisa memerlukan alat yang disebut ginjal buatan (dialiser), dialisat dan sirkuit darah. Selain itu juga diperlukan akses vaskuler. Seperti yang telah kita ketahui, ginjal berperan vital bagi tubuh yaitu berfungsi untuk menyaring dan membuang sisa-sisa metabolisme dan kelebihan cairan, menyeimbangkan unsur kimiawi dalam tubuh serta menjaga tekanan darah. Kapan dan kenapa harus dilakukan cuci darah? Cuci darah biasanya dilakukan pada penderita yang mengalami gagal ginjal. Jadi proses Cuci darah itu dilakukan untuk menggantikan fungsi ginjal yang sudah rusak. Prosedur cuci darah ditempuh saat kerusakan ginjal telah mencapai 85-90 persen atau “Gagal Ginjal Terminal” dimana ginjal tidak dapat lagi berfungsi seperti sediakala.

Yang harus dipikirkan adalah biayanya yang cukup besar dan mempunyai efek samping yang cukup banyak seperti tekanan darah rendah, pembekuan darah, infeksi, sakit kepala, mual, muntah, anemia, kram otot, dan detak jantung tidak teratur. Alternatif lain bagi penderita gagal ginjal kronik adalah melakukan cangkok ginjal apabila tidak ingin melakukan cuci darah terus menerus, tetapi proses pencangkokan ginjal ini sangat rumit sekali dan yang pasti memakan biaya yang besar sekali, karena itu sayangilah ginjal anda dan jagalah selalu agar tetap sehat.

Cuci darah pada penderita gagal ginjal harus dilakukan secara teratur untuk menghindari efek yang tidak diinginkan akibat penumpukan sisa metabolime maupun cairan dalam tubuh. Karena hanya bersifat menggantikan fungsi ginjal, bukan menyembuhkannya, tindakan dialisis harus dilakukan selama seumur hidup, kecuali pasien melakukan transplantasi ginjal. Pasien juga perlu mengatur pola makan dan minumnya untuk keberhasilan terapi dialisis. Dengan berpikir positif dan menjalankan terapi dengan sungguh-sungguh serta mengikuti segala petunjuk dokter, bukan tidak mungkin pasien gagal ginjal tetap dapat menjalani hidup secara norma
l.

Sementara itu, pada pencucian darah, orang diharuskan menjalankannya dengan teratur. Setidaknya dalam sebulan penderita harus melakukan cuci darah sebanyak delapan kali. Proses pencucian darah berlangsung sekitar 4-5 jam.

Dua jenis

Kini ada dua jenis cuci darah. Pertama, cuci darah konvensional melalui pembuluh darah. Pencucian darah ini dilakukan di rumah sakit. Biayanya mencapai Rp 4 juta-Rp 6 juta per bulan. Kedua, pencucian d menggunakan alat baru. Alat baru itu menyambungkan plastik berisi cairan khusus pencuci darah melalui selang yang ditanam ke rongga perut. Pencucian darah berlangsung selama delapan jam. Selama pencucian darah, penderita bisa melakukan berbagai aktivitas karena cairan khusus pencucinya bisa dikantongi.

Meski demikian, tidak semua orang bisa melakukan terapi ini. Hanya yang betul-betul mampu menjaga kesterilan tubuh dan alat tersebut yang bisa melakukannya. "Untuk memasukkan selangnya saja penderita harus memakai sarung tangan," kata Rachmat. Biaya pencucian darah ini lebih mahal dari yang konvensional, bisa mencapai Rp 10 juta.

Sebagai catatan, orang yang mengalami gagal ginjal harus rutin mencuci darah. Dalam keadaan bertumpuk racun dalam ginjal, jantung bisa berhenti dan mengakibatkan kematian. Di Jawa Barat, belum semua kota/kabupaten memiliki rumah sakit yang melayani pencucian darah. Wilayah yang punya rumah sakit dengan fasilitas pencucian darah hanya Bogor, Kota Bandung, Sumedang, Tasikmalaya, Banjar, Cirebon, Sukabumi, dan Karawang.

Idealnya, orang yang mengalami gagal ginjal mengganti ginjalnya dengan cara pencangkokan. Namun, di Indonesia sulit mendapatkan ginjal untuk donor karena terkait dengan aturan hukum. Berdasarkan Undang-Undang Pencangkokan Organ, organ yang dicangkokkan hanya boleh didapat dari keluarga. Biasanya ginjal yang dipakai adalah ginjal dari keluarga penderita yang memiliki golongan darah dan jaringan yang sama. Betul-betul repot. Memang, lebih baik bergaya hidup sehat.

atau


Gagal ginjal bukanlah penyakit yang datang tiba-tiba. Perjalanan penyakit tersebut cukup lama, belasan hingga puluhan tahun. Dalam rentang waktu yang panjang itu, sebetulnya banyak hal bisa dilakukan untuk menghindari kondisi gagal ginjal parah yang mengharuskan seseorang rutin melakukan cuci darah.

Menurut ahli ginjal dari RS Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Cikini, Jakarta Pusat, dr Tunggul Situmorang, perjalanan penyakit gagal ginjal mencakup lima fase. Fase pertama, terjadi ketika fungsi ginjal masih di atas 90%, namun ada faktor risiko. Misalnya, seseorang memiliki riwayat keluarga penderita gagal ginjal, menderita diabetes, hipertensi, rematik, dan batu ginjal.

Fase kedua, lanjut dr Tunggul, terjadi ketika fungsi ginjal berada pada kisaran 60%-90%. Gejala-gejala ringan, seperti kebocoran protein pada air seni (urine) bisa dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium. Pada fase itu, penting untuk mencari dan menanggulangi faktor-faktor yang dapat mempercepat terjadinya gagal ginjal.

Fase ketiga, terjadi saat fungsi ginjal berkisar 30%-60%. Pada tahap itu, kadar hemoglobin (Hb) darah mulai menurun.Fase keempat, terjadi ketika fungsi ginjal tinggal 15%-30%, penderita mungkin mulai sering merasa lemas. Pada tahap itu, penderita sudah diharuskan bersiap-siap menghadapi kemungkinan cuci darah. ''Persiapan yang dimaksud juga meliputi persiapan mental dan dana,'' ujar dr Tunggul.

Fase kelima, terjadi ketika fungsi ginjal tinggal 15% atau kurang. Pada tahap itu, penderita sudah diharuskan cuci darah demi mempertahankan kualitas hidup yang baik.

Menurut dr Tunggul, bila tiap tahapan fase-fase tersebut diketahui sejak awal, pencegahan terjadinya gagal ginjal bisa dilakukan. Sayangnya, fase-fase perjalanan penyakit gagal ginjal terjadi secara perlahan dan sering kali tidak menimbulkan gejala.

''Perjalanan penyakit yang perlahan memberi kesempatan bagi tubuh untuk beradaptasi. Akibatnya, penderita mungkin tidak merasakan gejala yang mengganggu. Orang yang kadar hemoglobin (Hb)-nya turun jadi delapan secara tiba-tiba pasti akan merasakan adanya gangguan. Tapi pada orang yang Hb-nya turun jadi enam namun secara perlahan-lahan, bisa jadi tidak akan merasakan gangguan apa-apa,'' tambah dr Tunggul lagi.

Karena itulah, lanjut dr Tunggul, penting bagi setiap orang untuk mengetahui kondisi ginjalnya. Cara termudah yang bisa dilakukan adalah dengan memeriksakan urine ke laboratorium secara rutin.

''Pemeriksaan urine bisa menjadi screening awal. Melalui pemeriksaan tersebut, adanya kebocoran protein yang bisa menjadi penanda awal gangguan ginjal dapat terdeteksi,'' ujar dr Tunggul.

Selain itu, mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat juga penting dilakukan untuk mencegah gagal ginjal. Diabetes dan hipertensi merupakan faktor-faktor risiko terjadinya gagal ginjal. Karena itu, melakukan upaya menghindari kedua penyakit tersebut berarti mencegah terjadinya gagal ginjal.

''Jadi, hindari kegemukan dan makanan yang berpotensi meningkatkan kadar kolesterol, rutin berolahraga, dan kelola stres dengan baik,'' ujar dr Tunggul.

Beberapa golongan obat-obatan, antara lain jenis penekan rasa sakit, diketahui juga memiliki efek samping yang mengganggu ginjal. Karena itu, pemakaian obat-obatan jenis tersebut harus dilakukan secara hati-hat
i.

 

 

 

0 comments:

Post a Comment